REVIEW HORROR : TEROR DI PENDAKIAN MASSAL SINDORO
May 22, 2017
Pada kesempataan kali ini saya akan berbagi pengalaman pribadi
saya saat pendakian missal bersama pecinta alam sekolah saya. Waktu itu saya
sebagai tamu undangan mewakili organisasi saya, sebut saja osis. Kami satu
rombongan berjumlah kurang lebih 30 orang berangkat dari sekolah saya pukul
16.00 WIB menuju ke basecamp pendakian sindoro via butuh tambi menggunakan
sarteran mikro. Kami serombongan tiba dipinggir jalan (gang masuk pendakian
gunung sindoro via butuh) pukul 17.30. Sebenarnya saya sedikit agak curiga
kenapa kita tidak ke basecamp dulu seperti pendakian pada umumnya, saya hanya
positive thinking saja kalau panitia udah izin dulu dan registrasi pendakian
sebelumnya.
Singkat cerita kita sudah kurang lebih 40 menit
perjalanan, tetapi belum juga ada tanda-tanda kita akan sampai dipos I. Dengan
beban carrier yang rasanya semakin bertambah berat, kamipun sebagian rombongan
memutuskan untuk break sejenak untuk sholat maghrib berjam. Kabut tipispun sudah mulai turun dan perlahan menghalangi pandangan kami. Kami serombongan memutuskan untuk kembali
melanjutkan perjalanan menuju ke pos II untuk mendirikan tenda disana.
Malam pertama dimulai, belum ada sesuatu yang aneh atau
janggal disini. Suasana ramai lengkap dengan api unggun dan suara gitar.
Disudut lain ada beberapa anak pecinta alam dari rombongan kami yang berkumpul untuk melakukan
prosesi acara mereka. Ada beberapa tenda yang didirikan terpisah dengan tenda
rombongan kami, ternyata tenda tersebut untuk menguji bebrapa anak calon
anggota baru yang tidak ikut diksar pada acara sebelumnya.
Hari semakin laut, hawa dingin sudah mulai terasa
disendi-sendi tulang. Saya bersama teman saya, sebut saja heri, hamam, dan muji.
Kami bertiga diundang dari oraganisasi kami masing masing untuk ikut dalam pendakian
missal ini. Kami memutuskan untuk kembali ke tenda kami untuk istirahat dan
melanjutkan obrolan kita sebelumnya di perapian unggun. Tidak lama berselang
terdengar kejutan suara yang datang dari atap salhter yang kita gunakan untuk
mendirikan tenda, suarnya terdengar seperti ada seseorang yang melepar batu ke
atap shalter kami, kita hanya berani bergumam didalam tenda dan berusaha untuk
berpositive thinking. Kemudian kita putuskan untuk tidur, karena seketika
suasana diluar berubah menjadi sepi. Disela-sela tidur kami, tenyata teman saya
mendengar ada bunyi sesuatu dibelakang tenda yang kami dirikan, etah suara apa
yang jalas cukup membuat suasana didalam tenda tegang.
Pagi harinya kira melakukan aktifitas seperti bisanya
yang dilakukan aat pendakian, yaitu ibadah, sarapan dan packing untuk persiapan
ke puncak. Barang-barang yang kita bawapun hanya seperluanya saja, seperti
makannan, minum dan kamera saja, selebihnya kita tinggal di tenda. Perjalanan
menuju puncak memutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 6 jam perjalanan dari pos
II. Jalur yang ditempuh pun sangat terjal dan memaksa kita harus berhati-hati,
terlebih kita adalah robongan. Sesaimpainya dipuncak ternyata kita tidak bisa
mendekati kawah karena watu itu aktfitas vulkanik gunung sindoro sedang cukup
tinggi. Ahirnya kita memutuskan untuk turun dan melanjutkan malam kedua kita di
pos II gunung sindoro.
Sesuatu yang janggal kembali terjadi, salah satu dari
rombongan kita ada yang kesurupan. Namanya dina, dia anak temanggung yang
merupakan teman dari salah satu rombongan. Suasana seketika berubah, yang
sebelumnya ramai dengan nayanyian ala anak gunung berubah menjadi suara geraman si dina dan gumaman dari anggota lain. Sebagian anggota memutuskan untuk berstirahat
ditendanya masing-masing dan sebagian lainnya melanjutkan aktifitasnya didalam
tenda. Suasana semakin malam, terdengan suara samar-samar di luar tenda, ada
yang berteriak kalau dia tidak terima kalau wilayahnya tersebut digunakan untuk
berkemah. Saya rasa itu suara dina yang sedang dalam keadaan tidak sadar.
Bahkan kami diusir untuk segera meninggalakan tempat tersebut segera, dan
terjadi proses negosiasi dari beberapa orang rombongan dengan makluk yang masuk
dalam tubuh dina. Hingga ahrinya negosiasi berhasil dan kita di izinkan untuk
bermalam disitu sampai fajar.
Pagi harinya saya bersama teman saya hamam bangun untuk
menuaikan sholat subuh, waktu itu menunjukan pukul 05.00 pagi. Dinginnya pagi
seakan menusuk tulang-tulang kami, diluar tenda masih sangat sepi dan semua
lampu tenda masih dalam keadaan mati. Rasa takut dan cemas menambah dinginnya
suasana subuh kala itu, kami secara bergantian untuk mengambil air wudu di
dekat shalter kami. Yang luara biasa dan sangat sulit saya lupakan adalah
keajaiban setelah kita mengabil air wudu badan kita yang sebelumnya terasa
sangat dingin seketika berubah menjadi sangat hangat. Mungkin ini hadiah dan
hidayah yang Allah tujukan kepada kami.
Selesai sholat subuh berjamaah, sayapun membaca dzikir
dan membaca ayat kursi seperti kebiasaan saya. Tiba-tiba dari dalam tenda
belakang terdengar suara jeritan “panas”
“panas”. Saya seketika itu tetap melajutkan dzikir dan bacaan saya, bahkan saya
lakukan hingga berkali-kali. Suasana yang sebelumnya sepi menjadi riuh dan panik,
seorang senior memeritahkan kami untuk segera packing dan bersiap, padahal hari
masih gelap. Kami serombongan pun bergegas meninggalkan tempat untuk turun ke
pertigaan jalan dengan perasaan bingung dan aneh terbayang kejadian subuh tadi.
Sesampainya ditepi jalan raya, kami serombongan
memutuskan untuk istirahat sembari menunggu mobil jempuatan kami tiba.
Tiba-tiba dina berteriak histeris dan kembali kesurupan, beberapa orang menggendonya
masuk ke lahan ditepi perkebunan teh untuk menjauhkan dari jalan raya supaya
tidak menjadi pusat perhatian warga yang lewat. Beberapa orang berusaha untuk
mengeluarakan makluk yang masuk ke dalam tubuh dina, akan tetapi percumah
karena tidap kali disadar maka tak lama akan kesurupan lagi, beitupun
serterusnya. Bahkan sesekali dia mengaku dirinya adalah sosok perembuan cantik
penunggu gunung sindoro yang mengaku namanya “alexa”, dia mengungkapan bahwa dirinya
suka dengan salah satu cowok dari rombongan kami yang berasal dari semarang,
sebut saja namanya arif. Dia mengaku dirinya suka dengan arif, dan tiap kali
dipegang oeh arif dia langsung pingsan dipelukannya (modus).
Seoarang tokoh masyarakat kebetulan lewat dan mencoba
untuk mengeluarakan sesosok makluk yang merasuki tubuh si dina, beberapa bacaan
ayat-ayat al qur’an dibacakan bersama rombongan, namun tidak ada hasil bahkan
dia malah menantang dan terus meronta-ronta dan berbicara kalu dirinya suka
dengan arif. Sampai ahrinya kamipun menyerah dan memanggil salah satu tokoh
juru kunci gunung sindoro. Beliau membawa semacam dupa hitam yang dioleskan ke hidung
dina, dengan membisikan matra-matra ke ketelinganya. Sang juru kucnipun merasa
kewalahan menghadapi mahluk yang satu ini dan tidak ada hasilnya. Alhasil
dinapun dibawa kerumahnya untuk disembuhkan dengan diboceng si arif.