My Diary.
to Share my Life Events

REVIEW HORROR : TEROR DI PENDAKIAN MASSAL SINDORO


Pada kesempataan kali ini saya akan berbagi pengalaman pribadi saya saat pendakian missal bersama pecinta alam sekolah saya. Waktu itu saya sebagai tamu undangan mewakili organisasi saya, sebut saja osis. Kami satu rombongan berjumlah kurang lebih 30 orang berangkat dari sekolah saya pukul 16.00 WIB menuju ke basecamp pendakian sindoro via butuh tambi menggunakan sarteran mikro. Kami serombongan tiba dipinggir jalan (gang masuk pendakian gunung sindoro via butuh) pukul 17.30. Sebenarnya saya sedikit agak curiga kenapa kita tidak ke basecamp dulu seperti pendakian pada umumnya, saya hanya positive thinking saja kalau panitia udah izin dulu dan registrasi pendakian sebelumnya.

Singkat cerita kita sudah kurang lebih 40 menit perjalanan, tetapi belum juga ada tanda-tanda kita akan sampai dipos I. Dengan beban carrier yang rasanya semakin bertambah berat, kamipun sebagian rombongan memutuskan untuk break sejenak untuk sholat maghrib berjam. Kabut tipispun sudah mulai turun dan perlahan menghalangi pandangan kami. Kami serombongan memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju ke pos II untuk mendirikan tenda disana.

Malam pertama dimulai, belum ada sesuatu yang aneh atau janggal disini. Suasana ramai lengkap dengan api unggun dan suara gitar. Disudut lain ada beberapa anak pecinta alam dari rombongan kami yang berkumpul untuk melakukan prosesi acara mereka. Ada beberapa tenda yang didirikan terpisah dengan tenda rombongan kami, ternyata tenda tersebut untuk menguji bebrapa anak calon anggota baru yang tidak ikut diksar pada acara sebelumnya.

Hari semakin laut, hawa dingin sudah mulai terasa disendi-sendi tulang. Saya bersama teman saya, sebut saja heri, hamam, dan muji. Kami bertiga diundang dari oraganisasi kami masing masing untuk ikut dalam pendakian missal ini. Kami memutuskan untuk kembali ke tenda kami untuk istirahat dan melanjutkan obrolan kita sebelumnya di perapian unggun. Tidak lama berselang terdengar kejutan suara yang datang dari atap salhter yang kita gunakan untuk mendirikan tenda, suarnya terdengar seperti ada seseorang yang melepar batu ke atap shalter kami, kita hanya berani bergumam didalam tenda dan berusaha untuk berpositive thinking. Kemudian kita putuskan untuk tidur, karena seketika suasana diluar berubah menjadi sepi. Disela-sela tidur kami, tenyata teman saya mendengar ada bunyi sesuatu dibelakang tenda yang kami dirikan, etah suara apa yang jalas cukup membuat suasana didalam tenda tegang.

Pagi harinya kira melakukan aktifitas seperti bisanya yang dilakukan aat pendakian, yaitu ibadah, sarapan dan packing untuk persiapan ke puncak. Barang-barang yang kita bawapun hanya seperluanya saja, seperti makannan, minum dan kamera saja, selebihnya kita tinggal di tenda. Perjalanan menuju puncak memutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 6 jam perjalanan dari pos II. Jalur yang ditempuh pun sangat terjal dan memaksa kita harus berhati-hati, terlebih kita adalah robongan. Sesaimpainya dipuncak ternyata kita tidak bisa mendekati kawah karena watu itu aktfitas vulkanik gunung sindoro sedang cukup tinggi. Ahirnya kita memutuskan untuk turun dan melanjutkan malam kedua kita di pos II gunung sindoro.

Sesuatu yang janggal kembali terjadi, salah satu dari rombongan kita ada yang kesurupan. Namanya dina, dia anak temanggung yang merupakan teman dari salah satu rombongan. Suasana seketika berubah, yang sebelumnya ramai dengan nayanyian ala anak gunung berubah menjadi suara geraman si dina dan gumaman dari anggota lain. Sebagian anggota memutuskan untuk berstirahat ditendanya masing-masing dan sebagian lainnya melanjutkan aktifitasnya didalam tenda. Suasana semakin malam, terdengan suara samar-samar di luar tenda, ada yang berteriak kalau dia tidak terima kalau wilayahnya tersebut digunakan untuk berkemah. Saya rasa itu suara dina yang sedang dalam keadaan tidak sadar. Bahkan kami diusir untuk segera meninggalakan tempat tersebut segera, dan terjadi proses negosiasi dari beberapa orang rombongan dengan makluk yang masuk dalam tubuh dina. Hingga ahrinya negosiasi berhasil dan kita di izinkan untuk bermalam disitu sampai fajar.

Pagi harinya saya bersama teman saya hamam bangun untuk menuaikan sholat subuh, waktu itu menunjukan pukul 05.00 pagi. Dinginnya pagi seakan menusuk tulang-tulang kami, diluar tenda masih sangat sepi dan semua lampu tenda masih dalam keadaan mati. Rasa takut dan cemas menambah dinginnya suasana subuh kala itu, kami secara bergantian untuk mengambil air wudu di dekat shalter kami. Yang luara biasa dan sangat sulit saya lupakan adalah keajaiban setelah kita mengabil air wudu badan kita yang sebelumnya terasa sangat dingin seketika berubah menjadi sangat hangat. Mungkin ini hadiah dan hidayah yang Allah tujukan kepada kami.

Selesai sholat subuh berjamaah, sayapun membaca dzikir dan membaca ayat kursi seperti kebiasaan saya. Tiba-tiba dari dalam tenda belakang  terdengar suara jeritan “panas” “panas”. Saya seketika itu tetap melajutkan dzikir dan bacaan saya, bahkan saya lakukan hingga berkali-kali. Suasana yang sebelumnya sepi menjadi riuh dan panik, seorang senior memeritahkan kami untuk segera packing dan bersiap, padahal hari masih gelap. Kami serombongan pun bergegas meninggalkan tempat untuk turun ke pertigaan jalan dengan perasaan bingung dan aneh terbayang kejadian subuh tadi.

Sesampainya ditepi jalan raya, kami serombongan memutuskan untuk istirahat sembari menunggu mobil jempuatan kami tiba. Tiba-tiba dina berteriak histeris dan kembali kesurupan, beberapa orang menggendonya masuk ke lahan ditepi perkebunan teh untuk menjauhkan dari jalan raya supaya tidak menjadi pusat perhatian warga yang lewat. Beberapa orang berusaha untuk mengeluarakan makluk yang masuk ke dalam tubuh dina, akan tetapi percumah karena tidap kali disadar maka tak lama akan kesurupan lagi, beitupun serterusnya. Bahkan sesekali dia mengaku dirinya adalah sosok perembuan cantik penunggu gunung sindoro yang mengaku namanya “alexa”, dia mengungkapan bahwa dirinya suka dengan salah satu cowok dari rombongan kami yang berasal dari semarang, sebut saja namanya arif. Dia mengaku dirinya suka dengan arif, dan tiap kali dipegang oeh arif dia langsung pingsan dipelukannya (modus).


Seoarang tokoh masyarakat kebetulan lewat dan mencoba untuk mengeluarakan sesosok makluk yang merasuki tubuh si dina, beberapa bacaan ayat-ayat al qur’an dibacakan bersama rombongan, namun tidak ada hasil bahkan dia malah menantang dan terus meronta-ronta dan berbicara kalu dirinya suka dengan arif. Sampai ahrinya kamipun menyerah dan memanggil salah satu tokoh juru kunci gunung sindoro. Beliau membawa semacam dupa hitam yang dioleskan ke hidung dina, dengan membisikan matra-matra ke ketelinganya. Sang juru kucnipun merasa kewalahan menghadapi mahluk yang satu ini dan tidak ada hasilnya. Alhasil dinapun dibawa kerumahnya untuk disembuhkan dengan diboceng si arif.
Unknown Unknown Author

Search This Blog

Blog Archive

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll